Tulisan ini copas dari timeline facebook.
Ada orang bule Australia datang ke pondok pesantren, dan bertanya kepada kyai…
Bule : “Kenapa kyai kalau mengajar, kitabnya masih menggunakan bahasa jawa? Di zaman globalisasi ini kenapa tidak ditingkatkan dengan menggunakan bahasa inggris?”
Kyai : “Karena kalau diajarkan dalam bahasa inggris, tidak akan mampu menafsirkan semua kosakata dalam AlQur’an maupun hadits, lha bahasa inggris itu sangat sederhana. Bahasa jawa itu bahasa yang sangat kaya dan sangat kompleks.”
Rupanya si bule tadi merasa tersinggung mendengar penjelasan sang kyai yang mengatakan bahasa Inggris tidak mampu menafsirkan, dan kalah dengan bahasa jawa.
Bule : “Bagaimana anda bisa mengatakan bahasa jawa itu bahasa yang sangat kaya dan sangat kompleks, serta bisa menjadi bahasa pengetahuan? Padahal faktanya selama ini, bahasa Inggris lah yang paling kompleks!”
Kyai : “Tidak! Bahasa inggris itu memang sangat sangat sederhana. Saya kasih contoh, coba anda lihat! itu yang berwarna kuning keemasan yang ada di sawah.
Orang inggris menyebutnya apa?”
Bule : “Rice!”
Kyai : “Orang disini. menyebutnya PARI atau PANTUN (padi). Padi itu kalau dipanen namanya GABAH, sedangkan inggris menyebutnya RICE.
GABAH itu kalau diambil satu biji, namanya LAS, tapi orang inggris tetap menyebutnya RICE.
GABAH kalau sudah terkelupas kulitnya, dinamakan WOS /BERAS, orang inggris tetap menyebut RICE.
BERAS Padi kalau patah 2 atau 3, namanya MENIR, orang inggris tetap menyebutnya RICE.
BERAS kalau sudah dimasak namanya SEGO atau SEKUL ( NASI ), orang inggris masih saja menyebutnya RICE.
NASI kalau cuma 1butir, namaya UPO, lagi-lagi orang inggris menyebutnya RICE.
NASI yang dimasak sedikit lebih lama, bagian bawahnya dinamakan INTIP atau KERAK, inggris masih menyebut RICE.
NASI yang sudah kering namanya KARAK, inggris tetap menyebutnya RICE.
Dari 1 kosakata saja, penafsiran namanya bisa bermacam-macam, sedangkan bahasa inggris tidak bisa menafsirkan tersebut.
Bahasa adalah cerminan tingkat kematangan berbudaya….