Kisah 2 Siswi SMA yang Ciptakan Kulkas Tanpa Listrik dan Sabet Penghargaan di AS.
Muhtaza Aziziya Syafiq dan Anjani Rahma Putri merupakan dua pelajar yang luar biasa. Berangkat dari kepedulian terhadap pedagang yang buahnya membusuk serta fasilitas listrik yang tak memadai di daerahnya, dua gadis berjilbab itu akhirnya mampu menemukan Kulkas Tanpa Listrik.
Kulkas tanpa listrik itu mereka ciptakan saat Muhtaza duduk di kelas 11 dan Anjani di kelas 12 SMA Negeri 2 Sekayu, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Bahkan, penemuan mereka itu menyabet penghargaan di ajang Intel ISEF (International Science and Engineering Fair) di Los Angeles, AS pada Bulan Mei 2014 lalu.
“Karena prihatin sama kondisi pedagang pasar yang buahnya itu dalam kondisi busuk, terus kita memaklumi karena kebunnya jauh dari Kota Kabupatennya, transportasi juga susah, jadi wajar sampai ke pasar itu kondisinya udah membusuk,” ujar Muhtaza usai bertemu Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah, Anies Baswedan di ruang kerjanya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Senin (22/12/14).
“Jadi kita berpikir bagaimana menolong pedagangnya untuk nyimpan buah. Sedangkan di Kota Kabupatennya saja sering mati lampu (listrik), apalagi yang jauh dari pusat kabupatennya, di desa-desanya, listrik kadang malam doang, siang mati. Sedangkan potensi buah banyak. Buah duku, jeruk dan lainnya,” ujar Anjani, dara kelahiran Palembang 13 Januari 1997 itu menambahkan.
Dalam mengerjakan penemuannya, mereka memanfaatkan barang-barang bekas seperti botol dan kaleng minuman bekas. Mereka menciptakan kulkas tanpa listrik berangkat dari hukum fisika, hukum gas ideal yang menyatakan jika tekanan turun maka suhu juga akan turun.
Dari situ mereka melakukan percobaan demi percobaan. Dua bekas kaleng minuman yang bagian luarnya dilapisi dengan aluminium foil diisi dengan alkohol ditaruh di bagian atas, sementara arang aktif yang juga dimasukkan ke bekas kaleng biasa dan dilapisi aluminium foil ditaruh di bagian bawah. Dua bagian it dibatasi dengan steorofom.
Lalu, ke dua alat itu ditaruh di dalam trail box dari plastik yang seluruh bagian dalamnya ditambahi steorofom yang telah dlapisi dengan aluminium foil. Nah, setiap kaleng bekas itu diberi slang yang dihembuskan ke luar trail box. Untuk mengoperasikannya, mereka membuat pompa dari botol minuman bekas yang berfungsi sebagai penghubung serta mengatur suhu dan tekanan. Sedangkan buahnya sendiri ditaruh di bagian atas yang diberi pembatas seperti jaring.
Muhtaza menjelaskan, karena akohol memiliki tekanan, maka ketika tekanan diturunkan dan dijerat sama arang aktif, maka suhunya akan turun dan dapat berfungsi sebagai pendingin. Untuk mengaturnya, tinggal menekan botol pompa tersebut.
“Tinggal dipencet, tapi konstan, disini (bagian dalam tutup botol) ada katubnya, katubnya dari plastik bekas, harus ada katubnya biar dia masuk terus nutup, biar tekanannya gak balik lagi ke etanol (alkohol). Mompanya 5 menit atau 10 menit sekali,” ujar dara kelahiran, 25 September 1997 itu.
Alat ini memiliki tingkat dingin 5.5 derajat celcius dari suhu awal 28 derajat celcius. Jadi turun 22.5 derajat celcius dalam waktu 2 jam 20 menit setelah dipompa. Selain itu, perbandingan yang mereka gunakan adalah 300 mili alkohol dan 300 gram arang aktif, jadi perbandingannya 1 banding 1.
“Sekarang ini masih terbatas untuk buah dan sayuran, tapi kami akan kembangkan lagi untuk vaksin dan ikan. Tapi suhunya nggak bisa 5,5, harus 0 (derajat celcius),” kata gadis yang akrap dipanggil Moza itu.
Selama setahun lebih dua gadis berjilbab itu mengerjakan penemuannya dari nol. Setelah mempraktekkan sendiri dengan dibantu oleh guru, mereka mengikuti Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia yang diselenggarakan Kemendikbud pada tahun 2013 lalu dan berhasil meraih medali perak.
“Waktu itu suhunya belum 5,5, masih 16 (derajat celcius). Alatnya juga belum varatif, masih pakai semprotan nyamuk, kemudian ketika kami seleksi Intel ISEF, kami kembangkan lagi dibantu dengan dosen IT yang dikasih Kemendikbud, namanya Ibu Dwita, kami dibimbing, mulai dari presentasi, semuanya, dengan guru pembimbing kami juga, jadi perbaikan perbaikan,” terangnya.
Sejak itu, dari Bulan Januari hingga Mei 2014 mereka terus mendapat bimbingan baik melalui email, sang dosen mengunjungi mereka ke Sumsel, atau bahkan mereka yang datang ke Jakarta. Akhirnya, mereka berhasil menyabet penghargaan diajang Intel ISEF (International Science and Engineering Fair) di Los Angeles, AS. Mereka mndapatkan grant U$ 10.000 dari USAID untuk projectnya: Green Refrigerant Box (Kulkas Tanpa Listrik).
Sumber :
Leave a Reply