Sejarah Angka – Lemuria, India, Arab, Modern.
Angka adalah bagian dari kehidupan kita sehari – hari saat ini, kita membahas banyak angka dalam kehidupan kita, kita menggunakan hitungan dalam pekerjaan apapun yang kita lakukan, dari kegiatan kecil sampai besar pikiran kita sangat erat berhubungan dengan angka – angka.
Di sekolah kita juga belajar tentang banyak angka – angka dan matematika yang terkadang bagi sebagian orang mungkin bukan sebuah pelajaran yang menyenangkan, tetapi kita dapat katakan bahwa pada masa ini, kita tidak mungkin bisa bertahan hidup layak jika tidak mengenal hitungan, karena semua menggunakan hitungan.
Pernahkah terpikir, mengapa angka – angka ini dilambangkan dengan simbol – simbol tertentu, dan dari mana asalnya?
Dalam catatan sejarah, penggunaan simbol angka telah dikenal bahkan sejak jaman peradaban tertua Lemuria, Atlantis, Sumeria, Babylonia, Akadia, Mesir Kuno, Yunani Kuno, Romawi Kuno, India, China, Arab, Nordic, dan dalam jaman berbeda – beda ini, sistem perhitungan yang digunakan tiap peradaban juga berbeda – beda. Kita ambil dari sejarah tertua bumi yang tercatat, adalah Lemuria, bukti – bukti mereka telah menggunakan angka adalah ditemukan dari logo – logo bahasa peninggalan Lemuria.
Lemuria lebih banyak menggunakan telepati dalam komunikasi mereka, sehingga dalam tulisan – tulisan kuno mereka, ditemukan bahwa mereka menggunakan simbol yang meniru bentuk gelombang otak saat memikirkan objek tertentu atau fenomena kondisi tertentu, bentuk gelombang ini digambarkan sebagai simbol sesuai aliran gelombang tersebut.
Lemuria mungkin bukan bangsa yang memiliki banyak peninggalan berupa tulisan karena mereka adalah peradaban yang lebih banyak berbicara menggunakan telepati, tetapi beberapa peneliti menemukan bahwa bahasa – bahasa tua di sekitar Pasifik (di Indonesia, termasuk Sunda Kuno), banyak kesamaan dengan penggambaran simbol – simbol yang digunakan Lemuria yang dilafalkan ke dalam bentuk suara dari mulut.
Dalam budaya Lemuria, mereka telah mengenal simbol – simbol angka dimulai dari angka ‘nol’ sampai dengan ‘sembilan’, tetapi mereka lebih fokus kepada penggunaan dari angka ‘satu’ sampai dengan ‘lima’. Hal ini dapat dibuktikan dengan apa yang mereka selalu gunakan dalam peninggalan nada pentatonik, ‘penta’ berarti ‘lima’, ada lima nada yang sesuai dengan harmoni alam semesta, ‘da’, ‘mi’, ‘na’, ‘ti’, ‘la’, ‘da’, ‘da’ yang terakhir adalah bagian terakhir dari siklus, dan bagian terawal dari siklus berikutnya dengan beda tingkatan, atau kita kenal dengan oktaf.
Lemuria adalah peradaban pertama bumi yang menggambarkan angka dimulai dengan ‘nol’, tidak semua peradaban memiliki angka ‘nol’, Romawi misalnya, tidak ada angka ‘nol’ dalam peradaban Romawi. Yang kita kenal dalam sejarah dunia, Romawi adalah salah satu budaya yang sangat mempengaruhi banyak budaya lain di dunia, tetapi mereka tidak pernah menggambarkan angka ‘nol’.
Lemuria menggambarkan bahwa sebelum adanya nilai ‘satu’ (keberadaan), selalu ada kekosongan, dan kekosongan selalu harus digambarkan dengan sebuah makna, maka angka ‘nol’ adalah menggambarkan kekosongan itu.
Sejak Lemuria hilang dari muka bumi, peradaban – peradaban berikutnya tidak mengenal angka ‘nol’, angka ini muncul kembali dalam mitologi Nordic, kekosongan digambarkan dengan sebuah istilah, ‘ginunggagap’, sejak ini dalam sejarah dunia di masa pertengahan terutama di kalangan benua Eropa mulai mengenal angka ‘nol’. Sedangkan yang terjadi di Asia adalah sama persis seperti jaman Lemuria, peradaban – peradaban Asia kuno selalu menggambarkan kekosongan dengan istilah berbeda – beda.
Secara arkeologi, bukti – bukti sejarah tentang peninggalan perhitungan telah dikenal dalam peradaban sekitar 150 ribu tahun lalu, bukti perhitungan sederhana ini banyak ditemukan dalam goresan pada tulang – tulang yang diindikasikan merupakah tanda hitungan tentang periode waktu, peradaban – peradaban kuno banyak menggunakan tulang / fosil sebagai media untuk mencatat hitungan.
Tetapi peradaban yang diketahui dalam sejarah merupakan peradaban yang menggunakan pola hitungan lebih lengkap adalah dimulai pada sekitar 25 ribu tahun lalu. Hitungan dari 1 sampai dengan 60 goresan pada tulang / fosil berusia 25 ribu tahun pernah ditemukan para arkeolog, Sumeria telah menggunakan hitungan yang lebih terperinci sejak 4.000 tahun sebelum Masehi, dalam peradaban mereka telah ditemukan adanya pola perhitungan tentang kekayaan, atau hitungan bisnis, perhitungan keuntungan kerugian, pajak, sehingga banyak ahli sejarah dan astronom yang mengasumsikan bahwa peradaban yang mengenal perhitungan pertama di bumi adalah Sumeria.
Hipotesa ini juga berdasar pada sejarah Sumeria dimana mereka mendapatkan pemahaman dan pengetahuan dari peradaban pendatang yang disebut ‘Anunnaki’, barter antara pengetahuan dan emas, sehingga ilmu aritmatika adalah sangat mungkin menjadi bagian dari pengetahuan yang diberikan Anunnaki kepada peradaban Sumeria.
Peradaban Sumeria diketahui telah mengenal hitungan adalah terbukti dari bagaimana mereka membangun budaya mereka, seperti misalnya dalam pembangunan rumah, mereka telah mengenal ukuran yang tepat tentang panjang – pendek dengan sangat presisi, ukuran dari balok – balok rumah mereka sangat presisi sampai dengan hitungan desimal.
Ini juga digambarkan dengan fakta lain tentang budaya mereka menghitung biji – bijian hasil panen, dan pencatatan administrasi gudang – gudang penyimpanan hasil pertanian mereka, ini adalah bukti dari adanya sistem perhitungan bisnis yang terperinci telah digunakan oleh peradaban ini.
Bukti lebih jelas juga ditemukan dalam budaya Mesir Kuno, yang merupakan salah satu penerus dari masa Sumeria, Babylonia, Akadia, Mesir dikenal memiliki banyak bangunan besar termasuk piramid, dan mustahil untuk membangun bentuk – bentuk seperti itu tanpa mengenal hitungan matematika dengan kemampuan tinggi. Semua bangunan besar peninggalan peradaban Mesir Kuno adalah merupakan bangunan dengan tingkat presisi yang sangat tinggi akurasinya, bahkan pada jaman sekarang kita membutuhkan bantuan satelit untuk mengukur koordinat – koordinat yang tepat dalam bangunan besar.
Phytagoras adalah seorang yang sangat dikenal sangat tertarik dengan angka, sepanjang hidupnya ia terus mengembangkan filosofi dengan angka – angka, dalam teorinya Phytagoras selalu menyatakan bahwa alam semesta adalah terbentuk dari susunan angka – angka yang menciptakan pola matematis membentuk harmony (keselarasan), ini yang membentuk semua objek dalam alam semesta.
Perasaan manusia adalah salah satu energi yang berupa pola – pola matematis dari gelombang pikiran, semua perasaan adalah formulasi dari angka – angka frekuensi, dan rentangan dari pola matematis ini saling mempengaruhi satu sama lain. Jika angka frekuensi yang ditimbulkan oleh energi pikiran kita adalah formulasi yang menciptakan harmony, maka kebahagiaan akan menjadi milik kita. Sejarah mencatat bahwa Phytagoras adalah salah satu pelopor dalam dunia matematika, dan berhubungan pola matematis alam semesta, sejak 520 sebelum Masehi. Ini yang kita kenal dalam sejarah dunia. Teori – teori Phytagoras kemudian diteruskan oleh Archimedes, seorang ilmuan Yunani yang selalu menggambarkan sesuatu dengan angka, termasuk menggambarkan berapa jumlah debu yang membentuk alam semesta, dari bentuk lingkaran sampai membentuk spiral dengan pola matematis.
Teori ini yang kemudian menjadi dasar dari pengembangan ilmu selanjutnya tentang pola matematis alam semesta yang banyak digunakan dalam perhitungan astronomi.
Apa yang kita pelajari dalam sejarah dunia selalu merujuk pada budaya dari peradaban – peradaban Eropa, bukan Asia, mungkin tidak banyak yang tahu bahwa jauh sebelum jaman Phytagoras (520 SM) dan Archimedes (300 SM), pemahaman tentang pola matematis alam semesta yang jauh lebih tinggi sebenarnya telah terdapat pada Sutra Sulva (800 SM), dan Shataphata Brahmana (800 – 600 SM), di India.
Catatan dalam Sutra – Sutra tua ini dikenal pada 800 SM, tetapi itu adalah pencatatannya, bukan penemuannya. Penemuan pemahaman ini sendiri telah dikenal masyarakat India kuno bahkan ribuan tahun sebelum masa pencatatan itu, tetapi teori ini hanya berkembang di Asia dan Timur Tengah.
Sedangkan pengembangan ilmu matematika dalam masa sejarah sempat terhenti karena adanya serangan dari Romawi terhadap Yunani, dan mereka membunuh Archimedes, sejak itu perhitungan yang berlaku bagi sebagian peradaban besar Eropa menggunakan hitungan Romawi yang menggunakan simbol – simbol jauh lebih rumit, dan tidak pernah mengenal angka nol sama sekali, mereka menutupi kondisi kekosongan, dan berpatokan pada kondisi ‘satu’ (fokus pada pemahaman kehidupan tanpa menggambarkan adanya kekosongan atau proses alam semesta), pemahaman – pemahaman tentang ini menjadi bagian tertutup dari budaya Eropa sejak penguasaan Romawi.
Sejarah matematika dunia yang sebenarnya, jika kita mau bicara tanpa menutupi fakta bahwa adanya manipulasi terhadap sejarah bumi sejak penguasaan Romawi kepada Eropa, dapat kita temukan di India. Banyak sekali bukti sejarah bahwa sebenarnya pencatatan pola matematis alam semesta telah dimiliki oleh peradaban India kuno sejak ribuan tahun sebelum peradaban – peradaban tua lain mengenal angka. Banyak bukti peninggalan sejarah yang dapat kita temukan di India kuno tentang pemahaman tinggi mereka mengenai angka – angka.
Bangsa India memiliki angka ‘nol’ sampai dengan ‘sembilan’ dalam budaya mereka, diperkirakan lebih dari 3.000 tahun sebelum Masehi (atau sekitar 5.100 tahun lalu). Apa buktinya? Mereka telah menggunakan hitungan yang presisi dalam pembentukan ukuran logam perunggu, mereka telah mengenal timbangan berat dari barang, dan satuan – satuan berbeda dalam ukuran yang terpola dengan matematis.
Contoh nyata adalah, mereka menggunakan ukuran panjang yang sangat akurat dalam batangan – batangan logam perunggu yang mereka gunakan dalam kehidupan mereka dan perdagangan, tiap batang perunggu memiliki ukuran yang sangat presisi yaitu 0,367 inchi, ini adalah bukti bahwa mereka selalu mengukur semua produksi perunggu mereka dengan sangat akurat.
Peradaban kuno yang disebut ‘Harappan’ (3000 – 2600 SM), India, telah mengenal pola arsitektur bangunan yang sangat akurat, mereka telah menimbang semua material bangunan dengan berat yang sangat akurat, ini dapat ditemukan dalam peninggalan bangunan – bangunan sejarah bangsa mereka yang telah menggunakan blok – blok materi dengan berat dan ukuran bervariasi dari 0.05, 0.1, 0.2, 0.5, 1, 2, 5, 10, 20, 50, 100, 200 and 500, artinya mereka telah menggunakan pola dasar matematis yang sangat tinggi dalam menentukan bentuk dari bangunan.
Peradaban Harappan ini adalah peradaban yang jarang dibahas dalam sejarah dunia, mereka pada tahun 3.000 SM telah mengenal pola matematis alam semesta yang sangat tinggi, dalam kehidupan dan dalam arsitektur bangunan mereka, tidak ada yang memiliki bukti kapan peradaban ini sebenarnya muncul di India, tetapi diperkirakan mereka telah berada disana jauh sebelum 3.000 SM, dan perhitungan matematis itu telah mereka kuasai bahkan jauh sebelum catatan sejarah yang masih dapat kita temukan saat ini.
Sansekerta dan Pali adalah bahasa yang kita masih kenal sampai dengan saat ini, bahasa itu adalah bagian peninggalan dari peradaban yang disebut sebagai ‘Harappan’ ini, bahasa Sansekerta dan Pali masih digunakan sampai dengan masa saat ini, ribuan tahun sejak Harappan dan peradaban mereka menghilang dari sejarah dunia.
Lalu mengapa saat ini kita mengenal budaya angka disebut sebagai angka ‘Arabian’? Ini adalah sejarah menarik yang telah dilupakan manusia saat ini.
Bangsa India dan Arab pada masa kuno adalah dua peradaban yang sangat dekat, mereka telah berhubungan dagang, berasimilasi budaya dalam jangka waktu yang sangat lama. Bangsa Harappan telah menurunkan budaya – budaya ini termasuk pengetahuan alam semesta dan matematika kepada bangsa – bangsa lain yang ada di Asia sampai ke Timur Tengah, termasuk Arab. Arab adalah salah satu bangsa yang berpengaruh dalam menjadi perantara antara Asia dan Eropa, mereka adalah bangsa pedagang yang selalu melakukan perjalanan jauh dari Asia ke Eropa, pemahaman ini lebih banyak disebarkan oleh bangsa Arab kepada peradaban – peradaban lain di Eropa, pemahaman yang mereka bawa dari India, dan mereka bagi kepada peradaban – peradaban Eropa tua, sejak saat itu, Eropa telah belajar tentang pengetahuan alam semesta dan matematika dari bangsa Arab, maka tulisan tentang angka lebih mereka kenal sebagai ‘Arabian Number’.
Sedangkan dalam masa modern, sejak penguasaan Romawi, pengetahuan tentang alam semesta dan matematika yang telah disebarkan oleh Arab kepada Eropa kemudian ditutupi oleh Romawi, terbunuhnya Archimedes dalam penguasaan Romawi terhadap Yunani adalah akhir dari pengembangan matematika di Eropa pada masa awal Masehi.
Pengaruh Eropa dalam masa modern adalah menjadi dominasi bagi seluruh dunia, maka seluruh sejarah sebenarnya tentang dunia, budaya, termasuk astronomi dan matematika kemudian banyak sekali dimanipulasi sejak penguasaan Romawi yang berpengaruh kepada penguasaan Eropa akan dunia termasuk Asia.
Ini adalah sejarah sebenarnya tentang pemahaman matematika dan alam semesta yang tidak pernah dibahas dalam sejarah dunia secara terbuka. Pemahaman angka dan alam semesta yang datanya masih banyak terdapat dalam sejarah tertulis ditemukan di India, jika merujuk lebih jauh lagi, kita belum membahas China sama sekali, peradaban China juga merupakan peradaban yang telah mengenal sistem matematika yang tinggi tentang alam semesta, dikenal dalam Feng Shui / Hong Shui, merujuk pada pemahaman kuno mereka tentang alam semesta termasuk dari Buddha dan Hindu.
India dan China adalah dua budaya besar Asia yang sebenarnya berperan sangat besar daripada peradaban – peradaban lain di dunia, tetapi hal ini jarang sekali dibahas dalam sejarah dunia, semua selalu merujuk pada peradaban Eropa tua, bukan Asia. Arab, juga adalah sebuah peradaban yang memainkan peran sangat besar dalam penyebaran pemahaman – pemahaman kuno yang mereka pelajari terutama dari India dan China, mereka adalah salah satu bangsa dominan yang menjadi perantara dari Asia dan Eropa, pernahkah hal ini dibahas lengkap dalam sejarah? Tidak pernah secara lengkap dibahas, semua selalu mengacu kepada budaya Eropa, sebenarnya semua pemahaman ini berasal dari Asia.
Ini juga satu alasan mengapa Islam sangat banyak memiliki pemahaman mengenai angka, Arab adalah salah satu bangsa yang pertama mempelajari pemahaman angka dari India dan China, dan mereka menerapkan ilmu – ilmu ini dalam kehidupan peradaban mereka, maka dalam agama – agama yang lahir dari peradaban mereka, ilmu – ilmu ini adalah termasuk bagian dari dasar pemahaman mereka yang dituangkan dalam kitab – kitab tua termasuk Al Quran dalam Islam.
Semua merujuk pada pengetahuan yang berasal dari sejarah tertua di muka bumi, Lemuria, dari sana semua pemahaman ini berasal, kemudian berasimilasi dengan berbagai budaya lain di daerah lain termasuk Arab dan Eropa. Banyak bukti – bukti sejarah yang menjadi saksi dari cerita sejarah ini masih dapat ditemukan di wilayah Pasifik, pengaruh dari budaya dan pemahaman – pemahaman ini menjadi dasar dari seluruh budaya yang ada di muka bumi.
Kita dapat mengasumsikan bahwa Lemuria adalah budaya tertua di muka bumi, tidak ada catatan sejarah peradaban lain yang ditemukan lebih tua dari itu, walaupun bukan berarti memang mereka yang pasti paling tua, mungkin saja sebelum itu telah ada peradaban lain, tetapi semua sudah terkubur terlalu dalam, jadi kita hanya memiliki dasar yang cukup untuk menyebut bahwa peradaban tertua adalah Lemuria berdasarkan bukti – bukti sejarah, dan itupun sangat minim.
Hal yang perlu kita sadari adalah bahwa sebenarnya banyak sekali manipulasi sejarah bumi yang telah dilakukan oleh bangsa – bangsa Eropa terutama Romawi, dan pengaruh ini yang menjadikan pengetahuan manusia sangat minim tentang sejarah peradaban mereka, karena fakta itu telah ditutupi dan dimanipulasi demi kepentingan peradaban penguasa.
Sebenarnya jika menyadari semua ini berasal dari satu sumber, perlukah ada perpecahan? Manusia berada dalam dualitas yang sangat kontras, melupakan sejarah kehidupan awal mereka, dan semua terlanjur terlarut dalam dualitas itu sendiri tanpa menyadari bahwa mereka berawal dari hanya satu pemahaman dasar yang sama, yang akhirnya berkembang menjadi berbagai ideologi baru.
Matematika adalah hanya salah satu contoh dari sekian banyak kasus sejarah lainnya dalam kehidupan manusia yang telah dimanipulasi. Maka belajarlah berpikir sampai ke akar masalah dan temukan hipotesa – hipotesa itu sendiri dengan obyektif, tanpa terpengaruh oleh kebenaran – kebenaran termanipulasi, semua hanya bisa ditemukan dalam diri sendiri pada akhirnya, bukan diluar diri sendiri, semua yang berasal dari luar pikiran kita sendiri adalah hanya referensi untuk membantu kita menganalisa semua.
Via – David Devanta
Leave a Reply