Sun Tzu – 13 Bab.
Jika kita bicara teori – teori yang telah digunakan sejak jaman peradaban kuno sampai dengan sekarang, mungkin tidak banyak teori yang dapat kita anggap sebagai teori yang abadi, sebagian besar dari teori – teori konvensional dalam bidang pengetahuan apapun selalu tergantikan dengan teori – teori baru yang lebih sesuai dengan perkembangan jaman.
Kalaupun banyak teori dapat bertahan, lebih banyak adalah sebagai mitologi, bukan pemahaman yang masih diterapkan, peradaban berganti, budaya berkembang, terjadinya asimilasi, migrasi, maka teori – teori tua itu memudar dengan sendirinya dan sangat banyak yang telah hilang dari peradaban pemilikinya sendiri.
Dalam hal ini, Sun Tzu adalah sebuah teori perang yang sampai dengan ribuan tahun masih terus terjaga keutuhannya, dan masih berlaku apapun adanya seperti sebuah kitab abadi, bahkan dari tahun ke tahun penjualan buku – buku yang membahas teori Sun Tzu masih tetap diminati dan menjadi best seller di dunia. Teori ini sering disebut sebagai ‘The Thirteen Chapters’, karena terdiri dari 13 bab dalam pembahasan seni perang.
Apa menariknya seni perang Sun Tzu? Bahkan sekarang adalah bukan jaman perang, mengapa orang begitu tertarik dengan teori – teori tentang perang adalah menjadi hal yang sangat menarik. Sebenarnya teori Sun Tzu bukan merupakan hanya teori perang, tetapi lebih tepat kita katakan sebagai teori tentang kehidupan yang digambarkan dengan analogi perang.
Dalam edisi aslinya teori ini disebut sebagai “Sun Tzu Bing Fa”, tidak pernah dijelaskan siapa sosok Sun Tzu ini sendiri dengan jelas, dalam pelacakan sejarah tentang Sun Tzu, banyak polemik yang menjelaskan siapa Sun Tzu sebenarnya. Teori ini pertama dikenal sejak ditemukan catatan yang menyebutkan tentang Sun Tzu pada catatan sejarah Dinasti Zhou, catatan ini menyebutkan ada sebuah nama ‘Sun Tzu’ yang menjadi sebuah teori besar dalam masa Dinasti tersebut, sejarah ini diteliti oleh seorang ahli sejarah, Szuma Chien, ia menuliskan tentang keberadaan Sun Tzu pada 109 – 91 SM, sedangkan Sun Tzu sendiri dikatakan hidup pada 544 – 470 SM.
Catatan sejarah yang kemudian dibahas oleh Szuma Chien menjadi polemik, banyak ahli sejarah China mempertanyakan tentang keberadaan Sun Tzu karena dalam periode waktu antara pemerintahan Dinasti Zhou adalah 722 – 481 SM, ini merupakan periode yang berbeda dengan keberadaan Sun Tzu yang tertulis dalam sejarah.
Dalam pembahasan sejarah tentang Sun Tzu selanjutnya, polemik tentang ini tidak pernah selesai, karena tidak ditemukan banyak bukti sejarah tentang keberadaan Sun Tzu sendiri, maka ada beberapa hipotesa sejarah yang berasal dari berbagai penelitian, dikatakan bahwa Sun Tzu adalah sebenarnya kemungkinan bukan nama asli dari pelaku sejarah itu, tidak diketahui siapa nama asli tokoh ini, hanya dikatakan adalah ia seorang jendral perang pada masa Dinasi Zhou, dan yang menuliskan cerita tentang teori Sun Tzu tersebut adalah bukan tokoh pelakunya sendiri tetapi kemungkinan besar adalah murid – muridnya, sehingga tulisan – tulisan ini tidak memiliki titik temu dengan periode keberadaan Sun Tzu sendiri.
Penelitian tentang ini tidak pernah mendapatkan jawaban sampai dengan saat ini, tetapi para ahli sejarah menyatakan bahwa kemungkinan yang paling potensial adalah bahwa Sun Tzu merupakan julukan untuk seorang master dalam ilmu perang yang tidak diketahui namanya, tetapi apapun yang ia ajarkan adalah menjadi hal terpenting dari sejarahnya sendiri.
Dalam penelitian tentang teori – teori Sun Tzu, dalam 13 bab yang dibahas disimpulkan bahwa sebenarnya teori – teori ini bukan hanya tentang perang, tetapi banyak sekali ajaran Taoism didalamnya, walaupun analoginya selalu tentang perang. Taoism adalah ajaran yang dapat disimpulkan sebagai “Cara hidup dengan baik dengan melakukan apapun yang alami, daripada terjebak dalam kepentingan kolektif yang berada pada pola pikir umum dalam bermasyarakat, teori ini adalah kebalikan dari Kong Hu Cu yang memfokuskan terhadap pengembangan hubungan antar individu dalam bermasyarakat.
Taoism mengajarkan cara mendalami perilaku secara spontan yang selaras dengan alam semesta”. Itu adalah gambaran dasar dari pola pikir yang dikembangkan dalam Taoism, apa yang digambarkan Sun Tzu dalam teori – teori tentang perangnya adalah merujuk kepada pemahaman dasar Taoism, yang digambarkan dalam kejelasan strategi yang diatur berdasarkan hukum alam, ini adalah sebuah teori yang luar biasa, karena semua strategi digambarkan menjadi bagian dari strategi yang selaras dengan pola alam semesta, cara memanfaatkan energi – energi alam semesta dengan mempelajari pola alam semesta itu sendiri.
Manusia adalah bagian dari alam semesta yang sekaligus berpola pikir seperti sebuah miniatur proses alam semesta, maka dengan membaca pola – pola ini, kita dapat memprediksikan dengan baik apa yang akan terjadi pada pikiran musuh dalam perang, dengan membaca ini semua, maka semua trend akan mudah dilihat, dan ini menjadi gambaran dasar dari pembentukan strategi perang untuk berada diluar dari pola pemikiran umum, dan menentukan strategi yang memanfaatkan kelemahan atau kekuatan lawan, dengan berada pada pemikiran diatas itu semua.
Dalam kesimpulan singkat tentang 13 bab yang terdapat dalam teori perang Sun Tzu kita dapat menggambarkannya dengan pemahaman sederhana, bahwa sebuah kemenangan itu dapat dicapai dengan fair dengan metode berpikir seperti ini ;
1. Memahami semua hukum alam semesta.
2. Memahami semua dualitas yang terjadi pada alam semesta.
3. Memahami kapasitas diri sendiri apapun adanya (objektif).
4. Memahami kapasitas musuh apapun adanya.
5. Menangkap semua pola hukum yang berlaku.
6. Menganalisa trend berdasarkan pola tersebut.
Pemahaman akan semua pola yang disebutkan diatas adalah merupakan dasar dari melihat potensi yang terjadi dan menentukan strategi yang tepat untuk menghadapi kemungkinan trend yang terjadi dengan mengukur perilaku dan efek yang timbul karena perilaku itu sendiri, dan berkorelasi dengan keberadaan hukum alam semesta yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya perilaku yang akan ditentukan sebagai langkah dalam strategi.
Ini adalah gambaran dasar dari pola pikir seni perang Sun Tzu. Dalam pola pikir ini, kita mengambil tindakan dengan banyak parameter yaitu diri sendiri, musuh, pola alam semesta, dan kesempatan yang muncul karena adanya fenomena dualitas pada semua objek yang menjadi parameter tersebut, dengan cara ini maka pemikiran kita menjadi sangat lengkap, karena pemikiran kita bukan berdasarkan pola pikir subyektif, tetapi adalah pola pikir yang sangat obyektif terhadap apapun kondisinya.
Dengan berada diluar dari dualitas itu, maka kita mampu melihat semua fenomena alam dengan jelas dan obyektif, sehingga keputusan kita adalah berdasarkan pada hukum – hukum alam itu serta hukum yang berlaku secara mikro pada pikiran kita dan musuh kita, dengan kata lain ‘melampuai dualitas’ itu sendiri untuk memenangkan kondisi.
Lalu bagaimana menerapkan cara ini dalam kehidupan kita di masa modern ini? Apapun kondisinya, manusia selalu berada pada kenyataan yang sama dengan masa Sun Tzu, hanya perbedaan jaman dan peradaban, karena hukum alam yang berlaku tetap sama dari waktu ke waktu, kecuali bumi mengalami perubahan kenyataan, maka dengan sendirinya hukumnya akan berbeda. Selama kenyataan yang terjadi tetap sama, maka teori ini akan abadi karena ia bergantung pada hukum alam semesta itu sendiri.
Teori ini lebih banyak diterapkan pada pekerjaan, terutama dalam marketing management, karena memang culture yang terjadi pada bidang marketing perusahaan adalah kurang lebh mirip dengan analogi perang, kompetitor adalah ‘musuh’, bukan dalam arti sebenarnya, tetapi apapun strategi yang mereka lakukan akan selalu mempengaruhi kita, maka jika kita hanya ‘berperang’ melawan mereka dengan tetap berada dalam dualitas, kita hanya akan berada pada sisi yang setingkat dengan mereka dengan sifat yang berlawanan, dalam hal ini, apapun yang dilakukan, semua akan berujung pada kenyataan bahwa semua terlibat dalam perang yang sama dan mengalami penderitaan yang sama, dalam bisnis, kerugian yang sama.
Sun Tzu mengajarkan untuk membuka pikiran, melihat pola yang lebih makro bukan sekadar melihat kekuatan pada diri sendiri dan lawan secara fisik, tetapi melibatkan hukum – hukum makro dalam alam semesta yang mempengaruhi objek apapun didalamnya, dengan berada pada pola pikir ini, maka kita berada diluar dari dualitas itu sendiri, dan menggunakan semua pola dari objek – objek berbeda untuk memanfaatkan fenomena yang terjadi dari energi – energi alam semesta itu sendiri, termasuk kekuatan dari musuh.
Dalam perkembangannya, pola pikir seperti ini telah menciptakan paradigma berpikir yang disebut ‘out of the mainstream’, atau ‘think outside the box’, berada pada pemikiran yang melampaui dualitas. Pada abad ke 21, teori Sun Tzu telah diadopsi oleh berbagai peradaban di dunia, dan pengembangannya saat ini menjadi sangat luar biasa, banyak teori – teori baru yang muncul karena pola pikir ini.
Salah satu teori marketing yang sangat sukses dalam beberapa dekade terakhir adalah ‘Blue Ocean – Red Ocean Theory’, teori yang mengedepankan ‘paradox thinking’ ini adalah merupakan teori yang sangat terinspirasi dari Sun Tzu, dan menjadi salah satu best seller yang diminati banyak orang.
Teori – teori Sun Tzu adalah kumpulan dari strategi dengan berbagai parameter yang lengkap, jika kita hanya menangkap pernyataan – pernyataan yang diberikan dalam 13 bab tersebut, maka kita akan terjebak pada kondisi analogi yang membingungkan dan teori seperti ini akan berakhir hanya sebagai ‘dogma’ yang tidak banyak gunanya, tetapi orang – orang yang berhasil menangkap makna dari pemikiran sang pencipta teori ini menemukan banyak makna lain yang terkandung dan mewarisi apapun pola pikir yang dimiliki oleh Sun Tzu sendiri, maka banyak teori lain yang muncul karena pola pikir ini dikembangkan.
Teori Sun Tzu tidak hanya dapat diterapkan pada bidang usaha apapun, tetapi juga pengembangan diri sendiri, terutama tentang pola berpikir, jika anda tertarik untuk mengembangkan pola pikir yang selaras dengan alam semesta dan mampu memanfaatkan energi – energi alam semesta untuk mencapai tujuan, maka teori Sun Tzu adalah salah satu pilihan yang menggambarkan itu semua dengan jelas.
Yang kita harus tangkap dari teori ini adalah bukan penggambaran kondisi yang diberikan dalam analogi – analoginya, analogi itu adalah hanya contoh – contoh kasus berdasarkan trend yang terjadi tetapi yang terpenting adalah menangkap esensi dari pola pikir pembuat teorinya, Sun Tzu, pola pikir ini yang luar biasa.
Teori adalah hanya manifestasi dari pikiran penulisnya atau penyampainya, tetapi pola pikir adalah makna sebenarnya yang disampaikan oleh Sun Tzu, dan pola pikir ini akan abadi berada ada pikiran kita. Memiliki pola pikir seperti yang dimiliki Sun Tzu, bukan berarti hanya bisa diterapkan dalam kondisi perang atau persaingan usaha, tetapi dalam semua hal yang terjadi pada kehidupan, bukankah dalam diri kita sendiri juga selalu terjadi perang? Yang manapun yang akan kita menangkan adalah tergantung pada pikiran kita sendiri, maka ada pepatah mengatakan bahwa ‘musuh terbesar adalah diri sendiri’, karena untuk menentukan perilaku yang selaras dengan alam semesta, dan memanfaatkan energi dari alam semesta, hanya bisa dilakukan dengan cara mengalahkan dualitas yang terjadi pada diri sendiri, dan merefleksikan itu semua sebagai perilaku yang berada diluar dari dualitas yang terjadi diluar diri sendiri.
Dengan penguasaan terhadap diri sendiri, kita bisa memenangkan tujuan. Maka dikatakan teori ini adalah teori yang abadi, tidak pernah terpengaruh dengan trend apapun yang terjadi dalam dualitas, tetapi ia berada diluar dari dualitas itu sendiri, itulah istimewanya teori perang Sun Tzu. Mengenai keberadaan Sun Tzu, identitas dan masanya adalah bukan hal terpenting, pola pikir yang ia wariskan adalah hal besar yang abadi dan membuka wawasan tentang cara pandang obyektif ke dalam diri sendiri, ke luar diri sendiri, dan terhadap alam semesta beserta seluruh sifat energinya, ini makna terdalam dari teori perang Sun Tzu.
Via – David Devanta