Akashayana Sangha, Shangri-La.
Akashayana Sangha atau lebih dikenal sebagai Akashik Brotherhood adalah sebuah aliran spiritual kuno yang berasal dari Mount Meru, India. Akashayana Sangha dapat diartikan sebagai ‘Ordo Kendaraan Langit’, pemahaman ini adalah ajaran spiritual yang berdasar pada pengembangan dari spiritual India yang memfokuskan ajaran pada penguasaan fisik, pikiran (master of mind), dan roh, dengan menguasai fisik, pikiran dan roh maka kita akan mampu mendisiplinkan diri sendiri.
Mendisiplinkan diri sendiri artinya adalah kembali kepada kemurnian sifat energi / spirit, bukan sebagai entitas, tetapi sebagai bagian dari proses alam semesta yang berlangsung, maka kita sebagai energi adalah hanya berfungsi secara murni terhadap alam semesta, sekelumit energi yang mengalir dalam sebuah proses dengan skala besar alam semesta.
Dalam pemahaman Akashayana Sangha, tubuh, pikiran dan roh kita adalah bagian kecil dari ‘diri’ kita yang lebih besar dalam bentuk energi, diri yang lebih besar ini adalah merupakan bagian dari keseluruhan energi alam semesta, maka semua adalah satu kesatuan, tubuh, pikiran dan roh adalah miniatur dari alam semesta itu sendiri.
Tubuh fisik, pikiran dan roh adalah bagian yang sama sekali tidak terpisahkan dari alam semesta sebagai sebuah kesatuan energi besar, dengan kata lain, konflik, pertentangan, adalah sebuah ilusi pikiran, yang muncul karena ego individual, semua konflik yang terjadi pada manusia di Bumi adalah bukan karena perbedaan sifat energi atau sifat hakiki, tetapi adalah karena freewill dan ego individual yang terjadi pada masing – masing individu.
Dalam Akashayana Sangha, pembahasan spiritual dilakukan bukan dengan pengertian secara teori, tetapi lebih kepada aplikasi pelaksanaan penguasaan pikiran dengan metode – metode latihan yang dilakukan melalui fisik dan pikiran.
Pada prinsipnya, latihan – latihan yang dilakukan adalah bertujuan untuk mengembalikan kemurnian diri sendiri, kembali kepada sifat hakiki sebagai energi, bukan entitas individual yang terpisah, dengan kemurnian ini, maka semua akan berfungsi sempurna terhadap alam semesta, dan kehidupan berjalan tanpa ada konflik.
Sejarah Akashayana Sangha dimulai pada awalnya dari sebuah kehidupan di sebuah desa di sekitar Gunung Meru, India, tidak ada catatan sejarah yang pasti tentang waktu terjadinya peradaban ini, tetapi kehidupan ajaran ini berkembang dari sebuah desa bernama Lembah Geruda.
Mereka adalah sebuah peradaban yang hidup dalam harmony yang sempurna, mereka peradaban yang sama sekali tidak mengenal konflik dan hidup dalam kesatuan, mereka adalah awal dari kisah tentang Shamballa / Agartha. Pada saat Bumi hancur karena peperangan, peradaban ini yang kemudian terselamatkan dan memasuki bagian Bumi yang tersembunyi, meninggalkan sebuah cerita misteri sepanjang sejarah Bumi, orang – orang Asia mengenalnya sebagai legenda Shangri-La.
Peradaban yang menghilang ini sering disebut sebagai Meru’ai, yang artinya adalah ‘para penghuni Gunung Meru’, karena berdasarkan cerita dari peradaban terakhir yang hidup bertetangga dengan Meru’ai, mereka diselamatkan ke dalam sebuah tempat tersembunyi yang terletak di dalam Gunung Meru.
Dalam sejarah Akashayana Sangha, Meru’ai memperoleh pemahaman kehidupan yang harmonis dari tiga ‘Roh Agung’ yaitu, Naga, Macan, dan Phoenix (burung api), mereka mendisiplinkan tubuh fisik dan pikiran mereka melalui keseimbangan gerakan dan ketenangan. Mereka adalah peradaban yang mengisolasi diri dari kehidupan dunia luar, tetapi seiring dengan perkembangan waktu, Bumi makin banyak dihuni oleh peradaban – peradaban baru, yang hidup di sekitar desa mereka, maka keseimbangan mulai berkurang dengan makin banyaknya manusia.
Sejak perkembangan peradaban – peradaban lain yang terjadi di sekitar mereka, Meru’ai kemudian menciptakan sebuah aturan isolasi, siapapun orang yang memasuki desa mereka dari luar, akan dibunuh, mereka memilih mengisolasi diri dari peradaban apapun diluar bangsa mereka sendiri.
Pada suatu hari, seseorang dari desa ini berangkat keluar dari Geruda, dan ia melihat kehidupan sosial yang terjadi pada bangsa lain diluar desanya, ia menemukan fakta bahwa kenyataan hidup yang terjadi pada peradaban – peradaban manusia diluar bangsanya adalah merupakan ketidakseimbangan yang terjadi karena semua peradaban itu terpengaruh oleh dominasi ego individual, dan kenyataan yang mereka hadapi adalah manifestasi dari ketidakseimbangan diri mereka sendiri.
Orang Geruda yang keluar dari desa ini menghabiskan waktu bertahun – tahun untuk mempelajari kehidupan yang terjadi pada manusia, sampai dengan akhirnya ia kembali ke desanya dan membawa pengetahuan tentang kehidupan yang terjadi di dunia diluar desa mereka.
Orang ini melakukan pengajaran kehidupan terhadap warga Geruda, selama 3 hari berturut –turut, hari pertama ia meminta kepada warga Geruda untuk berani keluar dari desa mereka dan bersosialisasi dengan peradaban lain, tanpa itu maka mereka suatu saat akan musnah karena serangan dari luar mereka yang tidak mereka perkirakan.
Hari kedua ia berbicara tentang keserakahan dan kebencian yang merupakan dasar dari ketidakseimbangan yang terjadi pada manusia di Bumi, itu yang menciptakan kesengsaraan mereka, karena manifestasi kenyataan yang buruk terhadap kehidupan mereka.
Pada hari ketiga, ia mengajarkan warga Geruda tentang pola alam semesta yang membentuk kenyataan hidup pada manusia, dengan memahami pola pembentuk kenyataan, maka sebenarnya manusia dapat mengatur kenyataan yang akan terjadi padanya, semua adalah ilusi pikiran.
Setelah ia mengajarkan semuanya kepada warga Geruda, kemudian pada hari ketiga ini ia melakukan pengorbanan dengan bunuh diri, ia memotong tubuhnya dengan sebuah pisau terbuat dari perunggu, untuk membuktikan bahwa kehidupan dan kematian adalah sebuah ilusi pikiran, maka tidak perlu merasakan takut terhadap kehidupan atau kematian.
Ia berjanji bahwa pada hari ini ia mati, ia akan kembali bersama mereka dalam masa selanjutnya, karena kematian adalah ilusi. Tidak ada data tentang nama orang ini, tetapi ia adalah seorang penemu ajaran Akashayana Sangha yang pertama bagi seluruh warga Geruda.
Sejak bangsa penghuni desa Geruda kemudian menghilang dari Bumi, pemahaman ini berkembang di sekitar mereka, sebagian dari warga Geruda berasimilasi dengan masyarakat peradaban lain di sekitar mereka, dan mereka mulai membaur dan terpisah. Pemahaman ini mereka bawa dalam kehidupan yang mereka jalani, ribuan tahun telah berlangsung dalam evolusi Bumi, banyak perkembangan spiritual baru yang terjadi pada peradaban – peradaban manusia di Bumi, pemahaman – pemahaman ini mulai dilupakan manusia di Bumi seiring dengan berkembangnya peradaban manusia.
Jiwa – jiwa pengusung Akashayana Sangha yang kembali ke kehidupan di Bumi terus mempertahankan pemahaman ini selama ribuan tahun, mereka menjadi kalangan manusia yang terlahir dengan pemahaman alam semesta, berada pada tingkat kesadaran alam semesta, dalam perkembangan sejarah manusia selanjutnya jiwa – jiwa yang berasal dari Geruda menjadi manusia – manusia dengan kemampuan sebagai penyembuh, paranormal, dan penyihir.
Jiwa mereka telah dibekali semua pengetahuan Akashayana Sangha, mereka terlahir dalam kondisi terpisah – pisah, menyebar ke dalam berbagai peradaban berbeda di dunia, maka dalam berbagai peradaban dalam perkembangan sejarah selanjutnya, mereka dikenal dengan sebutan sebagai ‘Mage’. Istilah ini merujuk pada konotasi tentang penyihir, atau manusia yang memahami mendalam tentang pola alam semesta yang membentuk sebuah fenomena kenyataan dalam kehidupan, mereka adalah manusia – manusia dengan kemampuan pikiran yang berada pada tingkat kesadaran manusia.
Dalam beberapa abad terakhir, Akashayana Sangha berkembang kembali, perkembangan mereka dimulai di Eropa, bersamaan dengan bangkitnya pemahaman Asatru (Odinism). Jiwa – jiwa tua yang telah terpisah dari Geruda tetap menjadi sebuah kesatuan, mereka mulai bangkit ribuan tahun setelah peradaban mereka musnah dari Bumi.
Jiwa – jiwa yang telah berpetualang dalam berbagai kehidupan pada masa berbeda di Bumi, kembali bersatu menjadi sebuah kesatuan, pengalaman mereka dalam mengembangkan Akashayana Sangha dalam berbagai kehidupan menjadikan mereka sebagai jiwa – jiwa pejuang yang hebat dalam mempertahankan filosofi yang mereka telah temukan.
Sedangkan Asatru adalah agama tua peninggalan Nordic dan Scandinavia, dalam beberapa abad terakhir, orang – orang Eropa mulai kembali kepada pemahaman tua nenek moyang mereka, tetapi keberadaan mereka sebagai agama ditentang sebagian masyarakat Eropa yang dominan penganut Kristen, maka kemudian Asatru menggabungkan diri ke dalam komunitas Mage, mereka berakar dari pemahaman yang sama tentang alam semesta, berasal dari Asia dan berkembang di Eropa. Mage tidak pernah dikenal sebagai sebuah agama, tetapi merupakan komunitas khusus, atau individual yang terpisah, ada pada tiap peradaban dengan mengusung filosofi sama dari nenek moyang mereka.
Sejak 1973, dimana Iceland mulai meresmikan Asatru sebagai agama negara mereka, maka komunitas Mage yang berasal dari pengembangan Akashayana Sangha juga berkembang bersama mereka.
Mage sendiri adalah terdiri dari komunitas – komunitas berbeda, walaupun mengusung dasar filosofi yang sama tetapi mereka memiliki beberapa perbedaan interpretasi dari ajaran pokok Akashayana Sangha, yang dibahas dalam artikel ini adalah komunitas yang lebih dikenal dengan nama ‘Akashik Brotherhood’, mereka adalah salah satu dari 9 komunitas utama (Celestial Chorus, Cult of Ecstasy, Dreamspeakers, Euthanatoi, Order of Hermes, Sons of Ether, Verbena, dan Virtual Adepts).
Kesembilan komunitas yang termasuk dalam pengembang ajaran Akashayana Sangha ini memiliki filosofi berbeda – beda yang menjadi tujuan mereka, tetapi pada prinsip utamanya mereka semua sama, membuka pikiran manusia untuk memasuki tingkat kesadaran tertinggi dengan cara membuktikan semua hal dalam kehidupan dengan praktek – praktek pembuktian kepada manusia bahwa kita semua memiliki kapasitas dan kemampuan yang tersembunyi dibalik pikiran, kita semua memiliki kemampuan untuk mempengaruhi kenyataan hidup yang terjadi dalam kehidupan kita.
Tiap komunitas memiliki fungsi berbeda dalam mengajarkan manusia tentang kehidupan dan kemampuan terselubung dalam pikirannya, dalam pemahaman Mage, masa ini adalah yang dikenal sebagai ‘Dark Ages’, masa kegelapan dunia karena kebanyakan manusia terjebak dalam pikiran mereka, menciptakan konflik tanpa akhir yang pada akhirnya akan menciptakan kenyataan yang akan membinasakan mereka sendiri.
Sebagian dari komunitas Mage berfungsi sebagai penyebar pemahaman ‘Ascension’, merupakan masa penyaringan dari jiwa – jiwa yang akan kembali ke kemurnian dan akan bertahan menjadi warga Bumi dan mengalami masa keemasan Bumi berikutnya.
Sebagian dari komunitas Mage bertujuan untuk melakukan perjuangan mengeliminasi kekuatan – kekuatan jahat yang memanipulasi pikiran manusia ke dalam tingkat terendah agar mereka dapat dikontrol melalui ideologi – ideologi yang mempengaruhi pikiran mereka.
Sebagian lagi berfungsi sebagai penjaga Bumi dari pengaruh yang datang dari luar Bumi, mereka berfungsi sebagai pejuang untuk menghadapi serangan dari luar Bumi, dalam Dark Ages digambarkan bahwa akan terjadi peperangan besar yang berpotensi menghancurkan Bumi dan sebagian alam semesta, dan ini melibatkan tidak hanya ras makhluk yang berasal dari Bumi, tetapi dari luar Bumi.
Fungsi mereka adalah mencegah ini semua, tidak boleh ada kekacauan yang menghancurkan Bumi. Dan sebagian dari komunitas ini memfokuskan diri kepada pembuktian keajaiban yang dapat mereka lakukan untuk membuka pikiran manusia bahwa sebenarnya kemampuan ini dapat dipelajari jika manusia bersedia membuka pikiran dan melepaskan ikatan terhadap ideologi apapun, kembali ke kemurnian energi diri sendiri.
Tanpa pembuktian, maka tidak akan ada manusia yang percaya potensi mereka, maka pembuktian diperlukan untuk membuka pikiran mereka.
Mage yang merupakan pengembangan dari Akashayana Sangha, adalah merupakan salah satu kebangkitan spiritual kuno dalam masa akhir siklus Bumi, mereka adalah salah satu komunitas yang berfungsi mempersiapkan kondisi dalam perubahan yang akan terjadi pada Bumi.
Jiwa – jiwa yang telah berpetualang dalam berbagai kehidupan, jiwa – jiwa yang terpanggil karena Gaia membutuhkan mereka untuk bersatu kembali, mempersiapkan dan membentuk kehidupan baru yang akan terjadi selanjutnya, menggantikan peradaban – peradaban yang telah ribuan tahun berada di Bumi, semua adalah siklus, akhir dari sebuah siklus adalah awal dari sebuah siklus baru, tidak ada awal dan tidak ada akhir, karena semua adalah proses yang terjadi menerus.
Jiwa – jiwa yang berasal dari Geruda, jiwa – jiwa tua yang telah mempelajari kehidupan dan kematian berulang, mereka yang akan menghuni kehidupan baru di Bumi, kembali ke kemurnian, kehidupan dengan harmony alam semesta, jiwa – jiwa ini telah terpanggil, dan dari mereka bangkit sebuah pemahaman dasar yang menjadi warisan nenek moyang manusia.
Via – David Devanta