Terungkap, Ternyata Candi Borobudur Berada di Tengah Danau Purba.
Danau raksasa tersebut hilang akibat proses alamiah dan non alamiah karena mengalami proses pendangkalan.
Siapa yang tak kenal dengan Candi Borobudur. Candi megah seluas 2.500 m2 yang terletak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah itu sudah terhosor seantero nusantara. Bahkan, dunia internasional pun sudah mengenal betul candi yang menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO ini.
Meski sudah tak asing lagi bagi banyak orang, namun Candi Borobudur nyatanya masih menyimpan banyak rahasia yang menunggu diungkap. Fakta-fakta baru terkait candi yang diyakini dibangun pada abad ke-8 oleh pemerintahan Wangsa Syailendra ini pun terus bermunculan.
Terkini, sebuah hasil penelitian terbaru menyebutkan bahwa sebenarnya Candi Borobudur terletak pada sebuah danau purba. Danau purba tersebut diperkirakan memiliki lebar sekitar 8 kilometer pada 10 ribu tahun yang lalu atau periode Kala Plistosen akhir.
Dikutip dari laman UGM.ac.id, danau raksasa tersebut hilang akibat proses alamiah dan non alamiah karena mengalami proses pendangkalan. Hal itu dapat diamati dari material penutup endapan danau yang merupakan hasil dari aktivitas vulkanik, tektonik, gerakan masa tanah dan batuan, serta aktivitas manusia.
Bahkan, jejak lingkungan danau juga dapat ditelusuri dari relief candi dan troponin yang menunjukkan adanya lingkungan danau.
Dosen Teknologi Mineral UPN Veteran Yogyakarta Helmy Murwanto memaparkan bahwa keberadaan danau purba di sekitar Candi Borobudur dapat dikenali melalui singkapan endapan danau berupa lempung hitam yang tersingkap. Endapan danau yang tersingkap ini diakibatkan oleh proses geomorfologi.
Sebaran endapan lempung hitam cukup luas itu ditemui di lembah sungai pacet yang berada di kaki Bukit Tidar, Mertoyudan yang diperkirakan sebagai bagian utara danau, hingga mencapai lembah sungai Sileng kaki pegunungan Menoreh sisi selatan danau.
“Kedua singkapan tersebut mempunyai jarak sekitar 8 kilometer,” kata Helmy
Dari hasil penelitian disertasinya, Helmy mengungkapkan material penutup endapan danau berasal dari material vulkanik dan sedimen dari pegunungan Menoreh. Didukung hasil interprestasi citra satelit menunjukkan bahwa beberapa tempat merupakan lembah yang menyerupai alur sungai. Lembah tersebut dimanfaatkan masyarakat untuk lahan pertanian. Lembah ini terdapat di sekitar desa Bumisegoro, Pasuruhan, Saitan dan Deyangan.
Adapun perubahan bentuk lahan danau menjadi dataran lakustrin disebabkan oleh aktivitas vulkanik, tektonik, longsoran lahar dan aktivitas manusia. Pendangkalan danau menjadi dataran lakustrin diakui Helmy tidak berlangsung dalam satu waktu tetapi berkali-kali.
Tidak hanya itu, perubahan pola aliran sungai yang mengalir ke danau purba Borobudur terbentuk akibat proses pendangkalan dan pengeringan danau. Keberadaan jalan lurus penghubung antara Candi Mendut, Pawon dan Borobudur dimungkinkan keberadaannya setelah danau mengalami pengeringan secara sebagian.
“Aktivitas manusia di sekitar candi Borobudur dipengaruhi oleh keberadaan danau. Hal ini terefleksikan dalam relief Candi Borobudur dan troponin di sekitar candi Borobudur,” ujarnya.
Dari hasil pemetaan spasiotemporal, danau ini dibagi menjadi tiga periode yakni Kala Plistosen Akhir, Kala Holosen dan Kala Resen. Pembagian waktu ini didasarkan pada hasil uji umur batuan. Pada masing-masing Kala tersebut mempunyai luasan danau yang sangat berbeda-beda. Kala Plistosen Akhir atau di atas 10 ribu tahun yang lalu.
“Danau ini sangat luas dan saat itu masih belum terdapat peradaban dan bahkan Candi Borobudur saja belum dibangun,” katanya.
Direktur Utama Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur Prambanan Ratu Boko (Persero) Purnomo Siswoprasetjo menjelaskan, pada tahun 1931, seniman dan pakar arsitektur Hindu Buddha, W.O.J. Nieuwenkamp, mengajukan teori bahwa Daratan Kedu–lokasi Borobudur menurut legenda Jawa, dulunya adalah sebuah danau purba.
Borobudur dibangun melambangkan bunga teratai yang mengapung di atas permukaan danau. Ini sebuah hipotesa yang menjadi perdebatan hangat di kalangan para ilmuwan saat itu.
Van Bemmelen dalam bukunya The Geology of Indonesia menyebutkan bahwa piroklastika Merapi pada letusan besar tahun 1006 telah menutupi danau Borobudur menjadi kering dan sekaligus menutupi candi ini hingga lenyap.
Fakta geologi juga memberi dukungan pada pendapat itu. “Di sekitar candi terdapat sumur yang airnya asin. Tetapi yang sumurnya asin tidak di semua daerah, hanya di titik tertentu,” tutur Purnomo soal dugaan Borobudur dibangun di tengah danau purba.
Sumber :