Nikola Tesla semasa hidupnya selalu terobsesi dengan energi dan frekuensi, alat – alat elektronik yang menggunakan ide – ide dari Tesla selalu akrab dengan frekuensi, televisi dan radio adalah contoh alat paling umum yang sehari – hari ada dalam kehidupan kita, semua menggunakan frekuensi berbeda – beda. Kita tidak perlu mengerti banyak tentang frekuensi, tetapi kita dapat menonton televisi, mendengar radio, dan semua frekuensi itu tidak terdengar atau terlihat oleh kita, maka kita mengabaikan apapun tentang frekuensi.
Tesla pernah menyatakan bahwa alam semesta adalah lautan energi, Bumi hanya sebuah tempat dimana berada di lautan energi besar tersebut, aliran energi mengalir tiap saat di sekitar kita, dan kita dapat menggunakan energi – energi ini untuk kehidupan kita, termasuk penyedia tenaga listrik gratis, karena kita bisa mengambilnya sendiri dari alam semesta tiap saat. Tetapi bayangkan jika ide ini diterapkan pada dunia, maka seluruh bangsa akan mengalami kebangkrutan secara ekonomi, karena semua negara menjual energi kepada masyarakatnya.
Mengapa manusia sangat sulit untuk memahami energi dan frekuensi? Keduanya saling terkait, energi bergerak, artinya ada getaran / vibrasi, atau putaran, ada pola pergerakan dan faktor – faktor yang mempengaruhi gerakan tersebut. Maka jika ada gerakan / vibrasi atau putaran, semua gerakan itu dapat diukur dengan frekuensi, maka digambarkan dengan satuan Hertz atau CPS (cycle per second).
Manusia pada umumnya tidak mendengar frekuensi – frekuensi materi energi, karena pendengaran kita hanya mampu menangkap frekuensi dalam rentangan 20 – 20.000 Hertz, telinga kita tidak akan mampu mendengar frekuensi dibawah atau diatas frekuensi itu, maka kita terbatas pada rentangan frekuensi tersebut. Itulah yang kita dengar, sedangkan energi memiliki rentang frekuensi berbeda, dibawah atau diatas rentang frekuensi yang mampu didengar manusia, wajar jika kita menjadi sangat sulit menerima pembahasan energi secara logika, karena memang panca indera kita membatasi kita.
Anjing adalah salah satu hewan yang mampu mendengar rentang frekuensi lebih tinggi dari manusia, begitu juga lumba – lumba dan banyak makhluk lain, spesifikasi fisik mereka berbeda dengan manusia, maka apa yang mereka dapat lihat dan dengar, kita tidak, begitu sebaliknya, ada frekuensi – frekuensi tertentu yang kita dapat dengar tetapi mereka tidak.
Beruntung, sejak tahun 1950-an, Schumann menemukan teknologi pengukur frekuensi, maka alat ini disebut sebagai ‘Schumann Resonance’, dengan alat ini kita dapat mengukur frekuensi dalam rentang yang lebih rendah atau lebih tinggi dari apa yang mampu kita dengar atau lihat.
Maka teori – teori tentang energi dan frekuensi yang banyak dibahas oleh ilmuan – ilmuan seperti Einstein, Tesla, dan dalam ajaran – ajaran spiritual kuno manusia paling tidak, dapat kita deteksi melalui Schumann Resonance. Ini akan membantu kita memahami sisi yang tidak terlihat dan terdengar oleh panca indera.
Dikatakan bahwa Bumi dan alam semesta adalah lautan energi, tetapi pada umumnya manusia sangat sulit untuk mendeteksi lautan energi ini dengan panca indera, karena resonansi Bumi sendiri berada pada 7,8 Hertz, jauh dibawah rentang frekuensi yang kita dapat dengar melalui telinga. Schumann Resonance mendeteksi 7,8 Hertz sebagai frekuensi Bumi. Maka ada istilah ELF (Extra Low Frequency), ELF menggambarkan adanya frekuensi – frekuensi yang jauh lebih rendah di Bumi dan frekuensi – frekuensi ini yang membentuk medan elektromagnetik dengan skala sangat besar yang kita tidak dapat rasakan dengan panca indera, dan ini yang dimaksud Tesla sebagai energi – energi yang dapat kita manfaatkan dalam kehidupan sehari – hari sebagai sumber energi gratis dari alam semesta.
Energi ini terbentuk dari pola kerja alam semesta yang dinamis, contoh paling sederhana dapat kita ambil dari fenomena petir. Pernahkah anda menghitung ada berapa petir yang terjadi dalam sehari? Petir adalah energi elektrik yang sangat besar, dalam penelitian geologi, dalam satu hari Bumi mengalami rata – rata 2 juta petir, terjadi di berbagai belahan dunia, artinya ada 50 petir yang terjadi di Bumi dalam tiap detiknya.
Aliran eletrik dari petir mengenai tanah di Bumi, kemudian energi ini memantul kembali ke ionosphere (bagian dari atmosfer yang berisi atom – atom yang mengalami ionisasi), dan aliran energi ini menimbulkan refleksi kembalinya sebagian aliran energi ke seluruh wilayah atmosfer dan membentuk medan elektromagnetik yang sangat besar.
Ini yang dimaksud dengan pernyataan Bumi adalah lautan energi, dan karena adanya medan elektromagnetik yang besar di seluruh bagian Bumi ini maka kita saat ini dapat mendengar radio dan menonton televisi, menggunakan handphone, karena semua menggunakan gelombang elektromagnetik, dengan medianya adalah medan elektromagnetik di seluruh Bumi.
Fungsi dari ionosfer adalah untuk memantulkan semua gelombang elektromagnetik ke daratan Bumi, pelindung Bumi dari obyek yang berasal dari luar Bumi, dan ionosphere juga yang menghasilkan refleksi cahaya ‘aurora’ (Aurora Borealis dan Aurora Australis). Semua gelombang elektromagnetik akan terpantul kembali ke Bumi karena adanya ionoshpere, sehingga Bumi menjadi lautan dari energi – energi tersebut, dan kita dapat mengukur dengan Schumann Resonance, lautan energi ini memiliki frekuensi 7,8 Hertz, maka inilah frekuensi Bumi, frekuensi ini yang disebut sebagai ELF, frekuensi yang sangat rendah.
Sekarang, mari kita ambil hasil penelitian terhadap kinerja otak manusia. Dalam penelitian neurologi, manusia pada umumnya, dengan tingkat kecerdasan rata – rata, kinerja otaknya jika diukur dengan Schumann Resonance dalam keadaan sadar dan beraktifitas normal dalam kegiatan sehari – hari memiliki frekuensi sekitar 20 – 30 Hertz (Beta wave), ini artinya dalam kondisi kesadaran yang umum, manusia tidak akan mengalami sinkronisasi apapun dengan frekuensi Bumi 7,8 Hertz.
Pada saat manusia tidur nyenyak, Schumann Resonance menunjukkan angka 3 – 5 Hertz (Delta wave), juga tidak mengalami sinkronisasi dengan frekuensi Bumi. Sedangkan pada saat manusia melakukan konsentrasi penuh pada pemikiran akan hal tertentu seperti menganalisa, belajar, berhitung, atau kegiatan – kegiatan seperti itu, frekuensi kinerja otak pada Schumann Resonance adalah diatas 40 Hertz sampai dengan 120 Hertz (Gamma Wave), jauh diatas frekuensi medan elektromagnetik Bumi.
Ini adalah jawaban logisnya, mengapa manusia sangat sulit menganalisa energi dan frekuensi secara logika yang rasional, karena memang frekuensi kinerja pikiran dan frekuensi yang terjadi pada bidang elektromagnetik Bumi tidak ada titik temu dengan pikiran manusia, maka pemahaman – pemahaman tentang energi menjadi hal yang sangat sulit untuk menjadi masuk akal.
Dalam penelitian neurologi, spesifikasi otak manusia adalah terdiri dari jutaan sel yang saling berinteraksi satu sama lain, ini yang membentuk keutuhan fungsi otak sebagai organ tubuh fisik, dan mereka dapat bergerak karena adanya energi.
Dengan spesifikasi seperti ini, seharusnya otak manusia dapat mendeteksi gelombang elektromagnetik dalam rentang 3 – 120 Hertz, diantara rentang frekuensi tersebut, 7,8 Hertz ada. Bukankah seharusnya kita dapat mendeteksi frekuensi Bumi? Maka penelitian dikembangkan lebih lanjut merujuk pada teori peningkatan kesadaran pikiran, seperti yang diajarkan dalam spiritual kuno manusia yang dilakukan oleh nenek moyang.
Pengukuran Schumann Resonance membuktikan frekuensi 4 – 7 Hertz terjadi pada saat kita merasa ngantuk, dan mulai tertidur. Dalam kondisi ini kita mulai kehilangan kesadaran, mulai menuju alam mimpi, frekuensi ini sedikit berbeda dengan frekuensi Bumi.
Penelitian yang dilakukan dengan pengukuran frekuensi kinerja otak dilanjutkan pada orang – orang yang melakukan meditasi atau melakukan ritual peningkatan kesadaran dengan metode lain, mereka memiliki rentang frekuensi kinerja pikiran diatas 7 Hertz sampai dengan 12 Hertz.
Kesimpulan sederhananya, maka para pelaku ajaran spiritual ini memiliki rentang frekuensi yang sinkron dengan frekuensi Bumi, itu sebabnya mereka memiliki kepekaan akan energi dan frekuensi, karena pikiran mereka selaras dengan frekuensi medan elektromagnetik yang ada di Bumi.
Dan itu sebabnya mengapa pola pandang orang – orang seperti ini berbeda dari manusia pada umumnya, karena mereka melihat, mendengar, merasakan, apapun yang tidak terdeteksi oleh manusia lain.
Satu penelitian menarik lagi, penelitian neurolog terhadap orang – orang yang dikategorikan sebagai orang – orang jenius, atau memiliki kecerdasan jauh diatas kecerdasan normal manusia pada umumnya, frekuensi kinerja otak mereka adalah berada pada ‘Alpha Wave’, 7- 12 Hertz, artinya tingkat kesadaran pikiran mereka berada sangat sinkron dengan frekuensi gelombang elektromagnetik Bumi 7,8 Hertz. Itu sebabnya mereka memiliki pola pandang yang sangat berbeda dengan orang – orang lain, dan mampu menganalisa sesuatu dari sisi yang berbeda daripada sisi yang umum dilihat oleh orang lain pada umumnya.
Maka dikatakan, bahwa tingkat kesadaran pikiran seseorang yang menentukan kecerdasannya. Bukankah semua tentang energi dan frekuensi seharusnya menjadi sangat masuk akal jika kita dapat mengarahkan tingkat frekuensi kinerja pikiran pada frekuensi yang sinkron dengan frekuensi Bumi? Apa yang anda tidak mengerti tentang medan elektromagnetik tersebut jika anda mampu melakukan sinkronisasi pikiran terhadap frekuensi yang dimiliki Bumi?
Pola pikir sederhananya adalah, tiap manusia adalah bagian yang sangat kecil dari Bumi, maka bagian kecil itu yang harus menyesuaikan dengan frekuensi obyek yang jauh lebih besar, untuk mendapatkan semua pola pandang dalam sudut yang lebih luas, dan persepsi yang benar tentang kenyataan alam semesta dimana Bumi adalah bagian yang kecil dari alam semesta itu sendiri.
Tidak ada yang tidak masuk akal dalam pola kerja alam semesta, tetapi kita hanya perlu memahami proses itu sendiri dan menggunakan pikiran dengan optimal, neurologi modern telah menemukan fakta bahwa spesifikasi otak manusia seharusnya mampu mendeteksi frekuensi dalam rentangan 3 – 120 Hertz, Schumann Resonance telah membuktikan ini dengan pengukuran kinerja otak pada aktifitas berbeda – beda yang disebutkan diatas.
Dan frekuensi Bumi ada diantara rentangan frekuensi yang mampu kita tangkap, bukan dengan panca indera, karena pada kenyataannya panca indera kita hanya mampu mendeteksi apapun yang berada dalam rentang frekuensi 20 – 20.000 Hertz.
Bukankah panca indera kita membatasi diri kita dari keberadaan medan elektromagnetik itu sendiri? Hanya pikiran yang mampu mendeteksi frekuensi Bumi, bukan indera fisik. Maka jika anda ingin jadi manusia sejati dan menemukan kebenaran sejati alam semesta, itu semua memang hanya ada di pikiran, dengan cara mensinkronisasi pikiran untuk mencapai frekuensi yang sama dengan frekuensi Bumi, maka semua pengetahuan tentang itu akan anda dapatkan dengan mudah, tanpa perlu penjelasan apapun.
Sekali lagi, teknologi adalah hanya alat bantu, untuk membantu pikiran kita merasionalisasikan apa yang kita tidak dapat deteksi dengan panca indera kita, pemahamannya tetap ada pada pikiran. Maka jadilah manusia sejati, dengan mengoptimalkan semua fungsi pikiran.
Via-David Devanta.