8 Agama Asli Indonesia ini Tak Pernah Diakui oleh Pemerintah Sejak Dulu.
Saat ini Indonesia memiliki enam agama yang diakui pemerintah sebagai agama resmi. Agama itu terdiri dari Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Selain enam agama di atas, pemerintah menetapkannya sebagai aliran kepercayaan atau animisme. Penetapan agama sebagai sebuah aliran kepercayaan dianggap sebagai degradasi atau penurunan derajat oleh beberapa kelompok masyarakat.
Agama asli Indonesia seperti Sunda Wiwitan, Kejawen, hingga Marapu sudah ada sejak dahulu kala. Bahkan sebelum ada penyebaran agama besar seperti Islam dan Kristen, agama asli Indonesia telah menyatu dengan penduduk hingga susah sekali dilepaskan. Berikut beberapa agama asli Indonesia yang konon dianaktirikan oleh negerinya sendiri.
1. Sunda Wiwitan.
Sunda Wiwitan adalah agama yang telah dianut oleh sekelompok masyarakat Sunda sejak ratusan tahun yang lalu. Bahkan sebelum Hindu dan Buddha masuk ke negeri ini, ajaran Sunda Wiwitan sudah ada dan berkembang di masyarakat. Di era modern seperti sekarang, masyarakat Sunda Wiwitan bisa ditemukan di kawasan Kanekes, Banten; Kampung Naga, Cirebon; dan Cigugur, Kuningan.
Sunda Wiwitan memuja roh nenek moyang sebagai entitas yang ditinggikan. Selain memuja nenek moyang, Sunda Wiwitan juga memiliki satu Tuhan yang kerap disebut dengan Sang Hyang Kersa. Tuhan dalam dalam ajaran Sunda Wiwitan tetaplah satu seperti ajaran umat Islam. Oh ya, dalam perkembangannya, beberapa tradisi dari Sunda Wiwitan juga terpengaruh unsur Hindu dan Islam.
2. Kejawen.
Kejawen adalah sebuah kepercayaan yang telah dianut oleh masyarakat Jawa sejak lama. Mereka tetap menjalankan agama primer yang dianut (agama utama), menjalankan perintah dan larangannya, namun tetap melaksanakan lelaku sebagai seorang pribumi Jawa yang sangat taat dengan leluhur. Penganut Kejawen selalu mengatakan bahwa kepercayaan ini bukanlah agama meski memiliki beberapa lelaku yang menjadi ciri khas sebuah agama.
Kepercayaan kejawen memiliki beberapa misi dalam ajarannya. Mereka harus melaksanakan empat hal wajib saat hidup. Seorang manusia Jawa harus bisa menjadi rahmat bagi dirinya sendirinya. Lalu mereka juga harus bisa menjadi rahmat bagi keluarga. Dua terakhir dari misi Kejawen adalah menjadikan manusia sebagai rahmat bagi sesama dan juga alam semesta.
3. Marapu.
Marapu adalah sebuah agama asli Pulau Sumba yang konon telah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Orang dengan agama ini melakukan pemujaan kepada nenek moyang yang telah pergi dari dunia. Orang dengan agama Marau percaya bahwa setelah kematian datang, mereka akan pergi ke sebuah tempat yang sangat indah bernama Prai Marapu. Tempat yang konon sangat indah itu bisa disamakan seperti surga di agama seperti Islam dan Kristen.
Kompleksitas agama Marapu yang telah ada sejak ratusan tahun lalu bisa dilihat dari banyaknya upacara keragaman. Hal-hal yang berkaitan dengan daur hidup seperti kematian, kelahiran, dan pernikahan akan diwujudkan menjadi pesta besar. Selain masalah tradisi, orang dengan agama ini juga mengenal beberapa makhluk gaib, kekuatan gaib, dan mengeramatkan beberapa benda.
4. Buhun.
Buhun adalah agama asli Sunda yang sudah ada sejak dahulu kala. Agama ini sering disebut dengan Jati Sunda dan belum bercampur dengan ajaran agama utama. Buhun masih murni ajaran leluhur yang diturunkan dari satu generasi ke generasi yang lain.
Buhun memiliki arti memuja nenek moyang. Mengagungkan apa yang telah dilakukan oleh leluhur di masa lalu. Zaman sekarang, orang yang menganut Buhun masih ada meski jumlahnya sangat sedikit di kawasan Bekasi, Jawa Barat.
5. Kaharingan.
Kaharingan adalah salah satu agama asli Indonesia yang berasal dari Kalimantan. Suku Dayak banyak menganut agama ini sejak lama sebelum agama-agama besar diakui oleh pemerintah. Kaharingan percaya akan adanya entitas yang sering disebut dengan Ranying. Entitas itu bisa disamakan dengan Tuan Yang Maha Esa.
Agama Kaharingan dimasukkan ke dalam agama Hindu pada tahun 1980. Kemiripan tradisi dan lelakunya dirasa mirip oleh pemerintah. Meski masuk dalam cakupan agama Hindu, Kaharingan masih memiliki tradisi asli yang tak bisa disamakan dengan agama lainnya. Misal mereka punya tempat ibadah yang dinamai dengan Balai Basarah.
6. Ugamo Malim.
Ugamo Malim adalah agama asli dari Suku Batak di kawasan Toba. Jauh sebelum Islam, Kristen, dan Katolik dipeluk oleh masyarakat setempat. Agama ini memiliki kesamaan dengan Agama Kuno Yahudi yang terletak jauh berseberang samudera. Saat ini, Ugamo Malim telah dipeluk oleh 35 generasi suku Batak. Artinya, agama ini telah ada sejak 800 tahun yang lalu.
Dalam Ugamo Malim dikenal Tuhan YME dengan julukan Debata Mula Jadi Na Bolon. Tuhan dalam kepercayaan Ugamo Malim menciptakan alam semesta, bumi, manusia dan segala hal yang ada di sekitarnya. Saat ini pemeluk Ugamo Malim hanya bersisa 10.000 saja di kawasan Sumatra.
7. Tolotang.
Tolotang memiliki nasib sama dengan Kaharingan yang ada di Kalimantan. Akibat pemerintah tidak mengakui keberadaan mereka, penganut Tolotang terpaksa bergabung dengan Hindu meski sebenarnya mereka memiliki kepercayaan dan lelaku sendiri saat beribadah.
Saat ini jumlah pemeluk dari Tolotang hanya bersisa 5.000 orang saja. Mereka bisa ditemui di kawasan Kabupaten Sinderen Rappang, Sulawesi Selatan dan sekitarnya. Hingga sekarang, masyarakat Tolotang masih menjalankan ibadahnya meski khawatir agama ini akan menjadi punah di kemudian hari.
8. Madrais.
Madrais adalah sebuah agama yang sering disebut dengan Agama Djawa Sunda. Agama ini banyak dipeluk oleh orang di kawasan Kuning, Jawa Barat. Secara garis besar agama Madrais mirip sekali dengan Agama Buhun meski ada unsur Jawa di dalamnya. Saat ini pemeluk Madrais hanya bersisa 3.000 orang saja.
Madrais menjalankan ritual-ritual yang beriringan dengan tradisi Sunda. Mereka juga melakukan Seren Taun setelah panen sebagai wujud penghormatan kepada Dewi Sri. Saat Indonesia memasuki Orde Baru, banyak orang Madrais dipaksa memeluk agama modern seperti Islam dan Katolik.
Inilah delapan agama asli Indonesia yang tak pernah diakui pemerintah. Meski sudah ada sejak lama di Indonesia, keberadaan mereka seperti dianaktirikan.
Sumber :