Sejarah Kerajaan Tarumanegara (kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi dan Budaya).
Sejarah Kerajaan Tarumanegara (kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi dan Budaya) – Pulau Jawa memasuki catatan sejarah sejak abad ke-2 Masehi. Dalam catatan India yang ditulis pada awal abad ke-2, berjudul Mahaniddesa, sudah tercantum nama Yawadwipa (Pulau Jawa). Claudius Ptolemeus, ahli geografi Yunani, menyebutkan bahwa Pulau Labadiou ketika menguraikan daerah Asia Tenggara dalam bukunya Geographike Hyphegesis, yang ditulisnya pada sekitar tahun 150 M. Sejak pertengahan abad ke-3, catatan Cina sudah menyebut She-po (Jawa).
a. Kehidupan politik Kerajaan Tarumanegara.
Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan tertua di Pulau Jawa yang dipengaruhi agama dan kebudayaan Hindu. Letaknya di Jawa Barat dan diperkirakan berdiri kurang lebih abad ke 5 M. Raja yang memerintah pada saat itu adalah Purnawarman. Ia memeluk agama Hindu dan menyembah Dewa Wisnu.
Sumber sejarah mengenai Kerajaan Tarumanegara dapat diketahui dari prasasti-prasasti yang ditinggalkannya dan berita-berita Cina. Prasasti yang telah ditemukan sampai saat ini ada 7 buah. Berdasarkan prasasti inilah dapat diketahui bahwa kerajaan ini mendapat pengaruh kuat dari kebudayaan Hindu.
Prasasti itu menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Dengan demikian, Kerajaan Tarumanegara seperti halnya Kerajaan Kutai mendapat pengaruh dari Kerajaan Hindu yang ada di India Selatan.
Prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara berdasarkan tempat penemuannya, antara lain sebagai berikut.
1) Prasasti Ciaruteun (Ciampea), ditemukan di tepi Sungai Ciaruteun (Bogor) dekat muaranya dengan Cisadane.
2) Prasasti Pasir Jambu (Koleangkak), ditemukan di daerah perkebunan Jambu sekitar 30 km sebelah barat Bogor.
3) Prasasti Kebon Kopi, ini terletak di Kampung Muara Hilir, Cibungbulang (Bogor). Ditulis dalam bentuk puisi Anustubh.
4) Prasasti Pasir Awi dan Prasasti Muara Cianten. Kedua prasasti ini menggunakan aksara yang berbentuk ikal yang belum dapat di baca, ditemukan di Bogor.
5) Prasati Tugu, ditemukan di daerah Tugu (Jakarta). Prasasti ini merupakan prasasti terpanjang dari semua prasasti peninggalan Raja Purnawarman. Prasasti ini berbentuk puisi Anustubh. Tulisannya dipahatkan pada sebuah batu bulat panjang secara melingkar.
6) Prasasti Cidanghiang atau Prasasti Lebak, ditemukan di tepi Sungai Cidanghiang, Kecamatan Munjul, Lebak (Banten).
Sumber lain yang menerangkan tentang Kerajaan Tarumanegara dapat dilihat dari berita Cina berupa catatan perjalanan seorang penjelajah Cina bernama Fa-Hien pada awal abad ke-5 M. Dalam bukunya Fa-Kuo-Chi, ia membuat catatan bahwa di Ye-Po-Ti banyak dijumpai orang-orang Brahmana dan mereka yang beragama kotor atau buruk dan sedikit sekali dijumpai orang yang beragama Buddha. Menurut para ahli yang dimaksud Ye-Po-Ti adalah Jawadwipa atau Pulau Jawa atau Tarumanegara. Berita Cina lainnya berasal dari catatan Dinasti Sui, yang menerangkan bahwa telah datang utusan dari To-lo-mo (Taruma) untuk menghadap Kaisar di negeri Cina pada tahun 528, 535, 630, dan 669. Sesudah itu, nama To-lo-mo tidak terdengar lagi.
b. Kehidupan ekonomi Kerajaan Tarumanegara.
Berdasarkan sumber-sumber sejarah tersebut, baik prasasti maupun berita-berita dari Cina, dapatlah diperoleh gambaran bahwa kehidupan kerajaan Tarumanegara pada masa itu. Berdasarkan prasasti Tugu dapat diketahui mata pencaharian penduduknya, yaitu pertanian dan perdagangan. Begitu pula berdasarkan berita dari Fa-Hien awal abad ke 5, diketahui bahwa mata pencaharian penduduk Tarumanegara adalah pertanian, peternakan, perburuan binatang, dan perdagangan cula badak, kulit penyu dan perak. Prasasti Tugu, ditemukan di daerah Tugu (Jakarta) merupakan prasasti terpanjang dari semua prasasti peninggalan Raja Purnawarman.
“kuat buat mengalirkannya ke laut, setelah sampai di istana yang termasyhur, didalam tahun keduapuluh duanya dari takhta raja Purnawarman yang berkilau-kilau karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji segala raja. Sekarang beliau menitahkan menggali sungai yang permai dan jernih, gomati namanya, setelah melewati kediaman sang pendeta nenkda, pekerjaan ini dimulai pada tanggal 9 paro petang bulan, pulaguna dan disudahi tanggal 13 paro terang bulan citra, jadi hanya 21 saja, sedangkan galian panjangnya 6.122 tumbak. Selamatan baginya oleh para Brahmana disertai 1000 ekor sapi yang dihadiahkan”.
Dari prasasti tersebut dapat disimpulkan bahwa Raja sangat memperhatikan kondisi perekonomian masyarakatnya. Penggalian sungai Chandrabhaga sepanjang 12 km yang berlangsung selama 21 hari itu dimaksudkan untuk kepentingan pengairan pertanian, pencegah banjir, dan sebagai sarana transportasi dari pesisir pantai ke pedalaman.
c. Kehidupan sosial-budaya Kerajaan Tarumanegara.
Berdasarkan sumber yang ada, diperkirakan masyarakat Tarumanegara terdiri atas golongan istana dan masyarakat biasa. Termasuk ke dalam golongan istana, yaitu para Brahmana, raja dan keluarganya, para ksatria (prajurit), dan para pegawai kerajaan. Adapun yang termasuk ke dalam golongan rakyat biasa, yaitu para pedagang, petani, dan peternak. Hubungan antara raja dan rakyat sangat harmonis. Hal ini tampak pada perhatian raja terhadap ekonomi masyarakatnya.
d. Kepercayaan Kerajaan Tarumanegara.
Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan, bahwa kepercayaan Hindu-Buddha sangat berakar kuat di kerajaan ini. Perkembangan agama Hindu sangat baik, hal ini ditandai dengan hubungan yang erat antara raja dan Brahmana. Dengan demikian, agama Hindu memberikan nilai-nilai terhadap kehidupan kerajaan. Sementara itu, berita dari Fa Hsien dijelaskan bahwa penganut agama Buddha sangat sedikit dibanding dengan agama Hindu
Sumber :
http://www.materisma.com/2014/02/sejarah-kerajaan-tarumanegara.html?m=0