Tablet Adapa Sumeria, Manusia Menolak Kehidupan Abadi Di Surga.
Mitologi penciptaan biasanya terbagi dua jenis, diantaranya kosmogony (berkaitan dengan kosmos) dan Anthropogony (berkaitan dengan penciptaan manusia). Perbedaan ini diangap sangat penting karena teks tertentu yang terkait dengan anthropogony Sumeria, tidak ada teks yang secara langsung terkait dengan kosmogony. Kosmogoni menuliskan beberapa variasi teks, pola yang berbeda yang memberikan wawasan penting kedalam keyakinan Sumeria tentang penciptaan alam semesta.
Adapa mengisahkan tujuh orang bijak (apkallu), dari Mesopotamia, merupakan tokoh mitos yang menolak karunia keabadian. Kisah ini pertama kali diceritakan pada periode Kassite, abad ke-14 SM, tertulis pada tablet Adapa berasal dari Tell el-Amarna dan dari Assur di akhir milenium kedua SM. Mitos Mesopotamia menyebutkan tujuh orang bijak yang dikirim oleh Dewa Ea (Enki) untuk membawa peradaban seni bagi umat manusia. Yang pertama Adapa atau dikenal sebagai Uan, nama yang disebut Berossus sebagai Oannes (Poseidon), dimana Adapa memperkenalkan praktek ritual ketaatan agama sebagai imam kuil E’Apsu, di Eridu.
Naskah Tablet Adapa, Sumeria.
Adapa, tokoh orang bijak dijelaskan dalam literatur Mesopotamia sebagai penangkap ikan, mungkin ikan mas, sebagaimana tulang ikan mas pernah ditemukan di kuil paling awal dan masih tersimpan di biara suci wilayah Near East. Iconography Adapa digambarkan sebagai manusia ikan komposit (Abgallu) bertahan hingga masa Nabatean sekitar abad ke-1, dan Apkallum digunakan untuk menggambarkan profesi dari jenis imam tertentu.
Dalam teks yang tertulis pada tablet Adapa, mengisahkan sosok manusia yang tercipta dari tanah menolak kehidupan abadi karena terpengaruh nasehat Enki, disebutkan:
Dia membuat pemahaman yang luas dan sempurna dalam dirinya (Adapa), untuk mengungkapkan penciptaan tanah. Baginya memberikan hikmat, tetapi tidak memberikan hidup yang kekal. Pada saat itu, bertahun-tahun, dia merupakan seorang yang bijak, anak Eridu. Enki menciptakannya seperti jiwa yang melindungi kalangan umat manusia. Seorang yang bijaksana, tidak ada yang menolak firman-Nya pintar, sangat bijaksana, dia adalah salah satu dari Anunnaki, suci, murni, imam Pashishu yang selalu cenderung memuja. Dia memanggang dengan tukang roti dari Eridu, Dia makan dan minum dari Eridu setiap hari, mengatur meja persembahan dengan tangan suci-Nya, tanpanya meja persembahan dibersihkan.
Dia mengambil perahu dan memancing untuk Eridu. Pada saat itu Adapa, anak Eridu, telah mendapatkan pemimpin Enki yang keluar dari tempat tidurnya, digunakan untuk umpan Eridu setiap hari. Ketika berada di Kar-usakar suci, dia mulai berlayar tanpa kemudi dan perahu melayang, tanpa pengendali dia berlayar ke laut luas. Angin Selatan mengirimkannya sehingga dia tinggal di rumah ikan. “Angin Selatan, meskipun kau mengirim saudaramu kepadaku, berapapun banyaknya, aku akan mematahkan sayapmu!” Tidak lama setelah dia mengucapkan kata-kata ini, sayap Angin Selatan rusak, selama tujuh hari Angin Selatan tidak bertiup ke daratan.
Anunnaki memanggil wazir Ilabrat: “Mengapa Angin Selatan tidak bertiup ke daratan selama tujuh hari” wazir Ilabrat menjawab: “Tuanku, Adapa, anak Enki telah merusak sayap Angin Selatan.”
Ketika Anunnaki mendengar kata ini, Dia menangis: “Surga membantunya!”, Dia bangkit dari singgasananya: “Utuslah agar dia (Adapa) dibawa ke sini!”
Enki menyadari cara Surga, memegangnya dan rambutnya acak-acakan, mengenakan pakaian berkabung dan memberinya petunjuk: “Adapa, kau harus pergi sebelum raja Anunnaki tiba. Kau akan pergi ke surga, dan ketika kau naik ke Surga dan mendekati pintu gerbang Anunnaki, Dumuzi dan Gizzida yang berdiri di gerbang akan melihatmu dan mengajukan pertanyaan: “Anak muda, mengapa kau mengenakan pakaian berkabung?” Kau harus menjawab: “Dua dewa telah lenyap di wilayah kita, itulah sebabnya aku seperti ini.” Mereka akan bertanya: “Siapakah dua dewa yang telah lenyap?” Kau akan menjawab: “Mereka adalah Dumuzi dan Gizzida”. Mereka akan melihat satu sama lain dan tertawa, akan berbicara untuk mendukung perkataanmu kepada Anunnaki. Ketika kau berdiri dihadapan Anunnaki, mereka akan menahan roti kematianmu, sehingga kau tidak harus memakannya. Mereka akan menahan air kematianmu, kau tidak harus meminumnya. Mereka akan menahan pakaianmu; jadi jangan kau pakai. Mereka akan menahan minyak untukmu, jadi urapi dirimu sendiri. Kau jangan mengabaikan instruksi yang telah kuberikan kepadamu; Ingat ucapan yang kuatakan.”
Utusan dari Anunnaki tiba: “Hadapkan kepadaku Adapa, yang merusak sayap Angin Selatan.” Dia berjalan surga. Ketika tiba di surga, dia mendekati Gerbang Anunnaki, Dumuzi dan Gizzida berdiri di Gerbang. Mereka melihat Adapa dan menangis, “Anak muda, mengapa kau terlihat seperti ini memakai pakaian berkabung?” Adapa menjawab: “Dua dewa telah lenyap di wilayah ini, dan itulah sebabnya aku memakai pakaian berkabung.”
“Siapa dua dewa yang telah lenyap itu?” Adapa menjawab: “Dumuzi dan Gizzida,” Mereka saling memandang dan tertawa.
Ketika Adapa mendekat kehadapan Raja Anunnaki, Anunnaki melihatnya dan berteriak: “Datang ke sini, Adapa! Mengapa kau melukai Angin Selatan?” Adapa menjawab: “Tuanku, saya menangkap ikan di tengah laut, hingga ke rumah tuan Enki. Tapi dia menaikkan air laut hingga badai dan angin bertiup ke selatan telah menenggelamkanku! Aku terpaksa tinggal di rumah ikan. Aku marah hingga mengutuk Angin Selatan.”
Dumuzi dan Gizzida menanggapi dari sampingnya, mengatakan kata-kata yang menguntungkannya, hatinya diredakan dan dia terdiam. “Mengapa Enki menyingkapkan kepada umat manusia cara-cara menyedihkan di langit dan bumi, dengan berat hati dialah yang melakukannya! Apa yang bisa kita lakukan untuknya. Ambilkan roti kehidupan yang kekal dan biarkan dia memakannya!”
Mereka mengambil roti kehidupan yang kekal, tetapi dia tidak memakannya. Mereka mengambilkan air kehidupan kekal, tapi ia tidak meminumnya. Mereka mengambilkan pakaian, dan dia meletakkannya. Mereka mengambilkan minyak, dan dia mengurapi dirinya sendiri.
Anunnaki melihat dan menertawakannya. “Ayolah Adapa, mengapa kau tidak memakannya? Kenapa kau tidak minum? Apakah kau tidak ingin abadi? Penyayang orang-orang tertindas!”
Adapa menjawab; “Tapi Enki mangatakan: “Kau tidak harus makan! Kau tidak harus minum!” Anunnaki memerintahkan: “Bawa dia dan kirim kembali ke bumi”.
Dua pendekatan yang cukup berbeda terlihat pada teks Adapa Sumeria. Yang pertama, disebut Eridu yang berkaitan dengan keyakinan di wilayah selatan. Ranah ilahi disini bukanlah surga, atau bumi, tapi air, dimana hal ini didefinisikan dalam istilah Engur. Istilah ini identik dengan Abzu dan didefinisikan sebagai sumber air bawah tanah, diyakini sebagai rawa-rawa subur yang memberikan kehidupan diwilayah itu. Tanda yang digunakan Engur juga digunakan Nammu, Dewi dalam teologi Mesopotamia awal. Teks kuno menggambarkan Engur ataupun Nammu sebagai ‘ibu’ pertama yang melahirkan para dewa alam semesta.
Jiwa merupakan tujuan yang lebih besar dan dijabarkan dalam penciptaan manusia, sementara manusia ditakdirkan untuk tunduk kepada sang Pencipta ketika mereka menjalani hidup di permukaan bumi. Sebuah pengorbanan dimana jiwa tetap hidup, manusia diciptakan sebagai makhluk secara fisik sempurna, diciptakan dari tanah liat dan sebagai makhluk spiritual, darah yang diberkahi Pencipta, dan diberikan keabadian jiwa sebagai tanda kehidupan dari pengorbanan manusia.
Referensi :
Adapa and the South Wind: Language Has the Power of Life and Death (Mesopotamian Civilizations, 10) (Mesopotamian Civilizations, 10), by Shlomo Izre’El, 2001.
The Lost Book of Enki: Memoirs and Prophecies of an Extraterrestrial God, by Zecharia Sitchin, 2004.
Oannès – Adapa from Odilon Redon in the Kröller-Müller Museum. Public domain via Wikimedia Commons
Sumber :
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Adapa
http://www.isains.com/2014/12/tablet-adapa-sumeria-manusia-menolak.html?m=1